Ratu Maxima Dorong Kesadaran Finansial Masyarakat Indonesia
Lawatan Ratu Belanda ke Indonesia dan Kesehatan Finansial Masyarakat
Lawatan Ratu Belanda, Maxima Zorreguieta Cerruti, dalam kapasitasnya sebagai Advokat Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kesehatan Keuangan (UNSGSA) ke Indonesia pada Senin (24/11/2025) hingga Kamis (27/11/2025) menciptakan kesegaran baru di industri keuangan nasional. Ia membawa istilah financial health atau kesehatan atau kesejahteraan keuangan yang mulai dikenal di tengah masyarakat Indonesia.
Selama empat hari lawatannya, Maxima melakukan kunjungan ke berbagai titik dan bertemu dengan banyak pihak, mulai dari grassroot di wilayah Jawa Tengah (Jateng) sampai bertatap muka dengan Presiden RI, Prabowo Subianto, di Istana Negara, Jakarta. Maxima juga banyak berdiskusi dengan pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator finansial di Indonesia untuk mengulik lebih dalam tentang kesehatan finansial.
“Saya berbicara dengan banyak orang Indonesia. Saya mendengar langsung bagaimana mereka mengelola keuangan, apa kekhawatiran mereka, apa yang membuat mereka terjaga di malam hari, apa impian mereka, apa yang sebenarnya ingin mereka miliki, dan bagaimana kita membantu mereka mencapai impian tersebut. Jadi, inti percakapannya adalah bagaimana kita benar-benar membantu masyarakat Indonesia menavigasi kehidupan finansial mereka untuk menciptakan masa depan yang lebih baik,” kata Maxima dalam konferensi pers di Rumah Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025).
Maxima mengungkapkan, kesehatan finansial adalah sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat. Ia—yang telah berkecimpung selama belasan tahun dalam bidang inklusi keuangan—mengatakan, memberi akses kepada masyarakat ke rekening keuangan merupakan salah satu upaya yang telah dilakukan banyak regulator di berbagai negara. Sebab, setiap individu akan merasa tidak aman dan tidak dapat memperoleh asuransi untuk melindungi diri jika tidak memiliki rekening tabungan.
“Namun, memiliki rekening bukan berarti Anda benar-benar menjadi lebih baik. Jadi, yang perlu kita lakukan adalah benar-benar fokus pada kesehatan keuangan,” tuturnya.
Ia menerangkan, definisi dari kesehatan atau kesejahteraan finansial adalah sejauh mana seseorang atau keluarga dapat mengelola kewajiban finansial saat ini dengan lancar dan memiliki keyakinan terhadap masa depan finansial mereka. Arti konkretnya adalah seseorang atau keluarga diberdayakan dengan produk dan alat keuangan yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan finansial.
Maxima menyebut, ada empat komponen dalam kesehatan keuangan. Pertama, kemampuan sehari-hari untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek dan kebutuhan konsumsi. Ironisnya, menurut catatannya, masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan hidup dari gaji ke gaji atau hampir tidak bisa bertahan sampai akhir bulan akibat pengeluaran yang terlalu besar di awal.
“Enam dari 10 orang Indonesia mengatakan pendapatan mereka tidak mencukupi untuk biaya hidup dasar, dan 58 persen setiap bulan tidak memiliki sisa uang. Hampir empat dari 10 orang tidak dapat menutupi pengeluaran besar tanpa meminjam atau bergantung pada keluarga dan teman,” ungkapnya.

Presiden Prabowo Subianto bersama Ratu Maxima di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025). – (SMAN 9 Tangerang/Erik Purnama Putra)
Data yang dihimpunnya juga menunjukkan, rumah tangga Indonesia mengalokasikan 75 persen pendapatan untuk konsumsi sehari-hari, 11 persen untuk pembayaran utang, dan hanya menyisakan 14 persen untuk tabungan. “Dengan cadangan yang sangat sedikit, guncangan apa pun dapat dengan cepat menjerumuskan keluarga ke dalam tekanan keuangan,” terangnya.
Di samping itu, ada tren kredit jangka pendek yang berubah menjadi tekanan jangka panjang. Bahwa setengah dari konsumen saat ini mengandalkan layanan buy now pay later (BNPL), dan tiga dari 10 orang menggunakan pinjaman gaji untuk mengelola keuangan sehari-hari. Kemudian enam dari 10 pengguna kartu kredit hanya membayar saldo minimum, sementara tiga dari 10 mengaku memiliki terlalu banyak utang. Setengah dari pengguna BNPL adalah anak muda berusia 18—35 tahun.
Komponen kedua adalah membangun ketahanan terhadap guncangan keuangan, di antaranya terkait paparan terhadap bencana. Maxima menerangkan, 110 juta penduduk Indonesia di 60 kota tinggal di daerah rawan bahaya, menghadapi risiko berulang seperti banjir, gempa bumi, dan letusan gunung berapi. Di antara mereka yang mengalami bencana, banyak yang melaporkan kehilangan pendapatan, kerusakan rumah atau ternak, dan tidak dapat mengakses rekening keuangan.
“Seratus juta orang di Indonesia tinggal di tempat-tempat yang benar-benar terdampak oleh perubahan iklim, jadi semua masalah ini justru dapat membuat Anda mundur dan harus mengirim aset dan barang Anda dari mana-mana. Untuk itu, kita punya asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan tabungan darurat,” ujarnya.
Sayangnya, delapan dari 10 orang Indonesia mengatakan akan agak atau sulit mengumpulkan dana darurat dalam waktu satu bulan. Hanya satu dari 10 orang yang dapat memanfaatkan tabungan untuk keadaan darurat; tiga dari 10 orang akan meminta bantuan keluarga atau teman; dua dari 10 orang akan menjual aset; dan hanya tiga persen yang dapat mengandalkan pinjaman formal dari bank, perusahaan, atau pemberi pinjaman swasta.
Adapun terkait perlindungan kesehatan, Maxima menerangkan hampir seluruh penduduk Indonesia (98 persen) secara nominal tercakup dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), namun banyak yang belum memanfaatkan manfaatnya secara optimal karena rendahnya kesadaran dan terbatasnya akses layanan kesehatan di daerah pedesaan.
Sementara itu, pengeluaran asuransi mengalami perubahan bersih sebesar -14 persen, yang berarti 14 poin persentase lebih banyak orang Indonesia mengurangi asuransi daripada meningkatkannya selama setahun terakhir.

Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kesehatan Finansial (UNSGSA) yang juga Ratu Maxima dari Kerajaan Belanda (kiri) didampingi Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi (kanan) menjadi pembicara pada acara Kesehatan Finansial Nasional di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta, Kamis, (27/11/2025). Kegiatan tersebut membahas tema Kesehatan Keuangan untuk Semua: Membangun Indonesia yang Inklusif dan Tangguh. – (SMAN 9 Tangerang/Thoudy Badai)
Maxima melanjutkan, komponen ketiga dari kesehatan keuangan adalah merencanakan masa depan atau tujuan keuangan jangka panjang. Ia menyebut, tujuan keuangan sebagian besar masyarakat Indonesia dalam menabung berkaitan dengan masa depan dan keamanan jangka panjang, pensiun, serta pendidikan anak.
Sementara itu, satu dari tiga orang Indonesia mengatakan mereka menabung lebih sedikit atau tidak sama sekali karena biaya hidup yang memangkas margin pendapatan. Pada saat yang sama, 99 persen dari seluruh rekening deposito bank memiliki saldo di bawah Rp 100 juta, yang menunjukkan betapa sederhananya saldo tabungan sebagian besar masyarakat. Empat dari 10 orang Indonesia mengandalkan rekening tabungan dasar dan dua dari 10 mengandalkan deposito berjangka sebagai instrumen utama perencanaan pensiun.
Hal penting lainnya adalah tentang kesiapsiagaan usia lanjut. Pada 2050, diprediksi lebih dari satu dari lima orang Indonesia akan berusia lebih dari 60 tahun, namun hanya satu dari 10 yang menabung secara formal untuk masa pensiun dan 30 persen mengaku tidak tahu berapa banyak yang mereka perlukan untuk pensiun.
“Kita tidak ingin memikirkannya, tetapi suatu hari kita akan menjadi tua dan kita tidak dapat bekerja. Bagaimana kita menabung untuk usia pensiun yang panjang itu? Pensiun menjadi suatu masalah. Tapi juga, bagaimana dengan kita selalu memimpikan sebuah rumah, dan apakah punya hipotek yang benar-benar bisa mewujudkan impian punya rumah,” kata dia.
Data yang dihimpun mencatat hanya 16 persen pekerja yang terdaftar dalam skema pensiun Jaminan Hari Tua (JHT) wajib sehingga sebagian besar tidak terlindungi.
Ia melanjutkan, penarikan dana pensiun dini juga menjadi masalah besar. Tabungan JHT yang dirancang untuk menggantikan 12,6 persen pendapatan hanya memberikan 3,7 persen rata-rata, dan pekerja rata-rata pensiun dengan hanya 1,6 persen penggantian.
Komponen keempat dalam kesehatan finansial adalah keyakinan atau kepercayaan diri untuk bisa menjalani kehidupan yang sehat secara finansial. Maxima menyampaikan, meskipun sembilan dari 10 orang Indonesia menyatakan percaya diri dalam mengelola keuangan mereka, satu dari tujuh pengguna layanan keuangan masih kurang literasi keuangan.
“Kesenjangan antara kepercayaan diri dan pemahaman ini meningkatkan risiko keputusan keuangan yang buruk dan penipuan digital,” ujarnya.
Terbukti, penipuan meningkat. Tujuh dari 10 orang Indonesia menghadapi upaya penipuan digital setiap pekan, dan pada 2024 tercatat satu dari empat orang kehilangan uang akibat penipuan melalui layanan pembayaran real-time, meningkat tajam dari 19 persen pada 2023.
“Tekanan finansial membuat Anda stres dan Anda hanya memikirkannya. Jadi inilah mengapa kesehatan finansial sangat penting,” terangnya.
Maxima menekankan bahwa ia berkomitmen membantu masyarakat Indonesia memahami lebih dalam mengenai kesehatan finansial agar mampu mengelola keuangan dengan lebih cerdas ke depannya.
“Saya hanya ingin mengatakan bahwa kesehatan finansial merupakan masalah di Indonesia,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan