Blog

Perkembangan Terbaru Banjir dan Longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar



Banjir dan tanah longsor yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat dalam beberapa hari terakhir menimbulkan dampak yang sangat besar. Setidaknya puluhan orang meninggal dunia, sementara ratusan lainnya dilaporkan masih hilang. Bencana ini juga menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap infrastruktur dan tempat tinggal warga.

Dampak Bencana Banjir dan Tanah Longsor

Bencana hujan deras yang memicu banjir dan tanah longsor telah merusak ribuan rumah serta memaksa ribuan warga untuk mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa hujan ekstrem tersebut disebabkan oleh Siklon Senyar. Peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa Siklon Senyar merupakan peristiwa langka karena jarang terjadi di daerah khatulistiwa seperti Indonesia.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai bahwa kegagalan lingkungan, seperti pengembangan industri ekstraktif, turut memperparah dampak bencana. Sementara itu, peneliti Limnologi dari BRIN, Fakhrudin, menyebut bahwa pembangunan yang masif juga berkontribusi pada efek hujan ekstrem, karena membuat sungai menjadi lebih dangkal dan berubah bentuk.

Perkembangan di Aceh

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, telah menetapkan status tanggap darurat di wilayahnya setelah sejumlah kabupaten dan kota terendam banjir dan longsor. Status ini berlaku selama 14 hari, mulai 28 November hingga 11 Desember 2025. Akses transportasi antara Banda Aceh dan Medan lumpuh setelah jembatan yang menghubungkannya ambruk akibat banjir.

Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) melaporkan bahwa banjir dan tanah longsor telah menewaskan 13 orang dan merendam 20 dari 23 kabupaten/kota di provinsi tersebut. Selain itu, lahan pertanian juga terendam, serta jaringan listrik dan telekomunikasi terputus akibat tiang transmisi roboh.

Seorang warga Banda Aceh, Azharul Husna, mengatakan bahwa listrik di daerahnya padam sejak dua hari lalu, dan sinyal telekomunikasi pun hilang-timbul. Ia dan keluarganya harus mengungsi tanpa listrik dan internet. Banjir berasal dari luapan Krueng Aceh, yang dalam kondisi siaga meski tidak separah daerah lain.

Perkembangan di Sumatra Utara

Kepolisian Daerah Sumatra Utara melaporkan bahwa setidaknya 43 orang meninggal dunia dan sekitar 88 lainnya masih dalam pencarian. Jumlah warga yang mengungsi mencapai 1.168 orang. Bencana terjadi di 12 kabupaten dan kota, termasuk banjir, tanah longsor, dan puting beliung. Tapanuli Utara menjadi daerah dengan dampak terparah, dengan 40 titik longsor dan 12 wilayah terendam banjir.

Perkembangan di Sumatra Barat

Wakil Gubernur Sumatra Barat, Vasko Ruseimy, menyebut bahwa 12 orang meninggal dunia akibat bencana banjir dan tanah longsor di provinsinya. Sebanyak 12.000 jiwa dilaporkan terdampak. Banjir dan tanah longsor terjadi di 13 kabupaten dan kota, termasuk Padang, Pariaman, Pasaman Barat, dan Bukittinggi. Pemda Sumbar telah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari hingga 8 Desember.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyebut bahwa daerah terdampak cukup parah adalah bantaran Sungai Minturun di Kota Padang. Empat orang meninggal dunia di wilayah tersebut. Arus banjir dengan volume debit air besar menerjang rumah-rumah di sekitar sungai, sehingga merusak banyak bangunan.

Pengalaman Warga

Salah seorang warga Lubuk Minturun, Meri Osman, mengatakan bahwa banjir datang sekitar pukul 04.00 WIB. Ia yang sedang tertidur tiba-tiba terbangun setelah mendengar dentuman. Ia melihat air mengalir kencang dan segera membawa keluarganya ke atas lemari. Namun, air yang semakin deras akhirnya menggerus rumahnya. Meri berusaha mencari tempat perlindungan lain, namun sempat terbawa arus, sebelum akhirnya bisa menyelamatkan diri dengan berpegangan pada tali jemuran.

Laporan ini akan diperbarui secara berkala.

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *