public policy

Disdik Kalteng Berikan Kuliah Gratis bagi 10.000 Siswa Terpencil dan Kurang Mampu

Pemerataan pendidikan terus dipercepat oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Lewat program sekolah gratis dan perguruan tinggi tanpa biaya, Dinas Pendidikan Kalteng bertujuan untuk mencapai 10.000 orang yang mendapat manfaat dari kalangan keluarga kurang beruntung serta warga di daerah pedalaman. Tindakan strategis ini merupakan elemen penting dalam perubahan signifikan pada bidang pendidikan di wilayah Bumi Tambun Bungai, sesuai dengan visi pemimpin sementara Plt. Kepala Dinas Pendidikan, Muhammad Reza Prabowo. Sejak pertama kali memegang jabatan, Reza dihadapkan pada protes terkait Tabungan Beasiswa (TABE) Berkah. Tetapi saat ini, kebijakannya semakin mendapat dukungan dari masyarakat umum. Bukan hanya dengan cara memberantas biaya untuk pendidikan dasar dan tinggi, pemerintah pun meningkatkan fasilitas belajar yang didukung oleh teknologi. Salah satu caranya adalah lewat proses pengubahan sistem belajar-mengajar menjadi versi digital, bertujuan agar ketersediaan pendidikan bermutu dapat diraskan di semua wilayah. "Anak saya kini dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi tanpa perlu khawatir tentang beban biaya yang berlebihan. Kamilah sebagai orangtua sangat terharu dan termotivasi untuk mendukungnya lebih jauh," ungkap seorang ayah atau ibu murid sambil menahan air mata kegembiraan. Plt. Kadisdik Kalteng, Muhammad Reza Prabowo, menggarisbawahi bahwa aturan baru tersebut merupakan elemen penting dalam janji Gubernur H. Agustiar Sabran dan Wakil Gubernur H. Edy Pratoyo guna menciptakan pembangunan sumber daya manusia yang berkelanjutan. "Kita terus melakukan perbaikan, mengakomodir harapan-harapan, serta bersungguh-sungguh dalam upaya menciptakan pendidikan yang sama rata dan bermutu di Kalimantan Tengah. Kami menegaskan komitmennya melalui digitalisasi dan pemberian pendidikan secara cuma-cuma sebagai wujud janji bagi masa depan pemuda-pemudi Kalimantan Tengah," ungkap Reza pada hari Senin, 19 Mei 2025.
Read more...

Guru-Guru Meminta Mendikdasmen Campur Tangan Menghentikan Program Dedi Mulyadi

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritisi program Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang akan menerapkan sistem pendidikan mirip militer bagi siswa-siswa yang dinilai 'bandel'. Menurut FSGI, langkah tersebut gagal menciptakan solusi tepat terhadap permasalahan esensial dan justru bisa memperburuk situasi. FSGI mencatat absennya dokumen sebagai panduan untuk implementasi acara ini, baik itu perencanaannya, proses belajarnya maupun sistem penilaiannya. Hal tersebut menandakan bahwa acara ini sebenarnya kurang persiapan. Menurut Ketua Umum FSGI Fahmi Hatib, dokumen yang ada hanyalah Surat Edaran Gubernur tentang Pengembangan Pendidikan di Jawa Barat lewat Gapura Panca Waluya, Senin (19/5/2025). Fahmi menyebutkan bahwa absennya kurikulum, silabus, serta bahan pengajaran pada acara tersebut menciptakan ketakutan para peserta hanya bakal menjadi objek uji coba. Sementara itu, berdasarkan pendapat FSGI, dalam bidang Pendidikan seharusnya ada tindakan yang disengaja dan terstruktur. "Maka target-nya perlu ditentukan dengan jelas, kurikulum sejalan dengan tujuan tersebut, demikian pula silabus yang harus tersedia serta bahan pengajaran pun mesti dipersiapkan," ungkap Fahmi. Dengan adanya silabus dan modul mengajar yang rinci, selanjutnya dapat dilaksanakan penilaian atas aktivitas tersebut. "Sebab sudah jelas hal-hal yang ingin diukur sejalan dengan tujuan, alat ukurnya juga telah ditentukan, waktu pelaksanaan penilaiannya beserta cara memproses hasil penilaian," papar Fahmi. Maka dari itu, FSGI berpendapat bahwa Kemendikdasmen haruslah yang bertanggung jawab dan memiliki wewenang untuk segera melaksanakan pemantauan serta penilaian. "Kami mendesak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Abdul Mu'ti) supaya cepat bertindak dengan mengakhiri pengiriman murid-murid bermasalah ke asrama militer di Jawa Barat," ungkap Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Marta Tanjung. Ia menyebutkan aktivitas tersebut tak punya dasarnya dalam bidang psikologi maupun pendekatan didaktis yang pasti. Fahriza menyebut, kegiatan barak militer tersebut tidak memiliki perencanaan aksi yang jelas. Sehingga program itu tidak berbasiskan data, kajian, dan pengalaman pihak lain sebagai contoh. "Misalnya pendidikan di Sekolah Taruna Magelang, kurikulumnya jelas sebagaimana sekolah umum lainnya dan dididik oleh guru-guru berkualitas, sementara urusan pengemblengan fisik saja yang ditangani militer, porsi guru jauh lebih besar dalam proses pembelajaran," ujar Fahriza. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritik keras Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa atau program sekolah militer yang diperkenalkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, karena dipandang bisa menyimpangi dari hak-hak anak. "Satu contoh pelanggaran atas asas tersebut dapat dilihat melalui penerapan praktik diskriminasi serta ketidaktambahan anak dalam tahap pengambilan keputusan, sehingga menghasilkan dampak buruk berupa stigmatisasi negatif dengan menyematkan gelar 'anak bandel' atau 'anak bermasalah' pada anggota program," ungkap Ketua KPAI Ai Maryati Solihah saat memberikan keterangan pers secara virtual di Jakarta, Jumat (16/5/2025). Ia mengatakan program pendidikan tersebut harus dijalankan dengan menghormati, melindungi, dan memenuhi prinsip-prinsip dasar pemenuhan hak anak, yakni non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak. "Prinsip-prinsip tersebut harus menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan yang menyangkut anak, agar mereka mendapat perlakukan sama, kebutuhan mereka menjadi prioritas, dan pendapat mereka didengar," kata dia. KPAI menemukan peserta program tidak ditentukan berdasarkan asesmen psikolog profesional, melainkan hanya rekomendasi guru Bimbingan Konseling (BK). KPAI juga mencatat 6,7 persen siswa menyatakan tidak mengetahui alasan mereka mengikuti program itu. "Penemuan ini mengindikasikan kebutuhan untuk merevaluasi kesesuaian target partisipan pada implementasi program," ungkap Wakil Ketua KPAI Jasra Putra. Sekarang sebelumnya, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat telah mengenalkan Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa, yang umum disebut sebagai program asrama militer. Inisiatif ini berasal dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. KPAI telah berkunjung ke lokasi penyelenggaraan Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa, yakni di Barak Militer Resimen 1 Shira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Kabupaten Bandung Barat. Kunjungan KPAI bertujuan mendapatkan informasi yang akurat tentang realisasi pelaksanaan program.
 
Read more...